Minggu, 24 Agustus 2008

Dampak Televisi Terhadap AnaK

DAMPAK TELEVISI TERHADAP ANAK DI TINJAU DARI

TEORI PERUBAHAN SOSIAL

Oleh : Wawan Romansah,S.Pd

A. Pendahuluan

Pengertian Sosiologi pendidikan menurut Dictionary of sociology, Sosiologi Pendidikan ialah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Sedangkan menurut Prof. Dr. S. Nasution (1995) mengartikan Sosiologi pendidikan ialah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengem-bangkan kepribadian individu agar lebih baik.

Di sepanjang kehidupannya, manusia melalui berbagai masa dan tahapan. Tidak diragukan lagi, tidak ada satupun masa yang lebih manis dan indah seperti masa yang dinikmati oleh anak-anak. Orang-orang dewasa senantiasa mengenang masa kecil mereka dengan penuh rasa suka cita dan mereka akan menceritakan peristiwa dan kenangan masa kecil itu dengan penuh semangat. Permainan, imajinasi, rasa ingin tahu, dan ketiadaan beban hidup, membuat masa kanak-kanak menjadi manis dan menarik buat semua orang. Namun, dewasa ini, para ahli psikologi dan sosial meyakini, era kanak-kanak di dunia sedang berhadapan dengan keruntuhan dan akan tinggal menjadi sejarah saja. Di masa yang akan datang, anak-anak di dunia tidak akan lagi menikmati masa kanak-kanak yang manis, yang seharusnya menjadi masa terpenting dalam membentuk kepribadian mereka.

Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan dampak negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Memang terdapat usaha untuk menggerakan para orangtua agar mengarahkan anak-anak mereka supaya menonton program atau acara yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada prakteknya, sedikit sekali orangtua yang memperhatikan ini.

Menurut sebuah penelitian yang telah dilakukan di Amerika, banyak sekali anak-anak yang menjadi pemirsa program-program televisi yang dikhususkan untuk orang dewasa. Anak-anak dihadapkan dengan pembunuhan, kekerasan, penculikan, penyanderaan, amoral dan asusila, keruntuhan moral, budaya dan sosial. Dampak dari problema ini adalah timbulnya kekacauan dan kerusakan pada kepribadian anak-anak dan akhirnya kepribadian kanak-kanak itu menjadi terhapus dan hilang sama sekali.

Neil Postman dalam bukunya “The Disappearance of Childhood” (Lenyapnya Masa Kanak-Kanak), menulis bahwa sejak tahun 1950, televisi di Amerika telah menyiarkan program-program yang seragam dan anak-anak, sama seperti anggota masyarakat lainnya, menjadi korban gelombang visual yang ditunjukkan televisi. Dengan menekankan bahwa televisi telah memusnahkan dinding pemisah antara dunia kanak-kanak dan dunia orang dewasa, Neil Postman menyebutkan tiga karakteristik televisi. Pertama, pesan media ini dapat sampai kepada pemirsanya tanpa memerlukan bimbingan atau petunjuk. Kedua, pesan itu sampai tanpa memerlukan pemikiran. Ketiga, televisi tidak memberikan pemisahan bagi para pemirsanya, artinya siapa saja dapat menyaksikan siaran televisi (http://www2.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/keluarga/televisi_anak.htm)

Ketiga karakteristik televisi diatas ini akan berakibat baik bila pesan yang disampaikan adalah pesan-pesan yang baik dan bermoral. Sebaliknya, akan menjadi bahaya besar ketika televisi menyiarkan program-program yang bobrok dan amoral, seperti kekerasan dan kriminalitas. Sayangnya, justru dewasa ini film-film yang disiarkan televisi umumnya sarat dengan kekerasan dan kriminalitas. Para pemilik media ini demi menarik pemirsa sebanyak mungkin, berlomba-lomba menayangkan kekerasan dan amoralitas yang lebih banyak di layar televisi. Anak-anak yang masih suci dan tanpa dosa menjadi pihak yang paling cepat terpengaruh oleh tayangan televisi dan mereka menganggap bahwa apa yang disiarkan televisi adalah sebuah kebenaran.

Tidak ada keraguan lagi bahwa televisi memberikan dampak bagi kita semua terutama anak-anak. Semenjak ditemukannya Televisi, ia menjadi salah satu alat elektronik yang wajib ada disetiap rumah. Televisi tersebut semula diharapkan menjadi sebuah media yang memberikan banyak dampak positif, namun sekarang banyak orang juga mulai memikirkan dampak buruk yang mungkin timbul bagi seluruh lapisan masyarakat yang menontonnya.

Mengingat betapa kompleksnya dampak televisi terhadap anak, permasalahan ini sangat penting untuk dibahas, maka dari itu dalam makalah ini penulis memfokuskan permasalahan pada :

1. Bagaimana dampak negatif televisi terhadap anak-anak?

2. Bagaimana solusi untuk orang tua dalam menanggulangi dampak televisi terhadap anak-anak?

B. Pembahasan

1. Dampak negatif televisi terhadap anak-anak

Televisi merupakan produk dari kebudayaan modern sebagai pemenuhan kebutuhan hiburan bagi manusia, sedangkan kebudayaan menurut Abu Ahmadi (2004:58) adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa. Jadi media televisi pada hakekatnya merupakan dari cipta kreatif para ilmuwan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian kalau dilihat dari segi komunikasi massa televisi temasuk ke dalam saluaran (chanel) untuk menyampaikan pesan kepada khalayak supaya pesan diterima dengan baik. Ini diungkapkan oleh Lasswell dalam Wiryanto (2006:70) bahwa komunikasi massa terdiri dari unsur-unsur sumber (source), pesan (message), saluran (chanel), penerima (receiver) serta efek (effect). Karena merupakan media komunikasi massa maka tidak terelakan lagi televisi dapat dilihat dan ditonton oleh setiap orang dari berbagai tingkatan usia, mulai dari anak-anak, dewasa, sampai orangtua. Celakanya bagi anak-anak ternyata membawa dampak negatif yang lebih besar dari pada dampak positifnya.

Seorang ahli bernama Albert Bandura mengemukakan teorinya. Teori tersebut dikenal dengan nama Social Learning Theory, yang secara umum menjelaskan bahwa anak-anak akan dengan mudah meniru perilaku apa yang sering mereka tonton. Dia menyatakan bahwa anak-anak yang menonton kekerasan mempunyai peluang untuk meniruya.

Sedangkan dalam http://www.sulastowo.com/2008/04/11/dampak-negatif-televisi/ dikemukakan pada anak di bawah usia tiga tahun (batita), dampak negatif televisi justru lebih terasa. Terbukti tayangan televisi dapat menurunkan kemampuan membaca, membaca komprehensif, bahkan penurunan memori pada anak. Batita yang terlalu sering menonton televisi akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan stimulasi yang baik bagi proses tumbuh kembangnya. Sebab, televisi cuma menyodorkan stimulasi satu arah.

Dampak lain untuk anak yang sudah bisa membaca akan menurunkan motivasi untuk membaca. Motivasi menurut Sardiman (2007:192) adalah daya penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Dengan sering menonton televisi daya penggerak untuk membaca akan berkurang karena menonton TV tayangannya serba cepat dan melintas membuat anak terperangkap dengan penuh daya pikat sehingga mengalami kesulitan membedakan sikap yang positif maupun yang negatif. Berbeda dengan membaca anak-anak selalu tersedia waktu untuk proses merenung sehingga memungkinkan untu berpikir.

Secara kesehatan Televisi memancarkan sinar biru yang juga dihasilkan oleh matahari. Namun sinar biru ini berbeda dengan sinar ultra violet. Sinar biru tak membuat mata mengedip secara otomatis. Namun parahnya, sinar biru langsung masuk ke retina tanpa filter. Panjang gelombang cahaya yang dihasilkan adalah 400-500nm sehingga berpotensi memicu terbentuknya radikal bebas dan melukai fotokimia pada retina mata anak. Sepuluh tahun kemudian saat anak sudah dewasa, kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar biru terlihat amat jelas. Retina mata tak lagi bening sehat seperti masa kanak-kanak sehingga kemampuan berfungsinya pun menjadi juga berkurang.

Penelitian lain pernah dilakukan Universitas Washington menemukan, membiasakan anak menonton TV sebelum berusia tiga tahun dapat merusak keterampilan baca mereka dan bentuk perkembangan kognitif lainnya ketika mereka akan mencapai usia enam tahun. Sainul Hermawan (Banjarmasin post, 3/8/ 2006).

Penelitian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) mengenai pengaruh TV terhadap perilaku keseharian anak menemukan bahwa ketika anak menonton TV cenderung melakukan kegiatan lain yaitu makan (35%), tidur-tiduran (28%) dan belajar (13%). Dalam keterkaitan antara TV dan belajar, penelitian ini menemukan anak yang tak tahan godaan TV mengaku malas belajar (80%) dan tidak suka membaca buku (66%). (Jahja dan Irvan, 2006: 5) dalam Sainul Hermawan Banjarmasin post, 3 Agustus 2006.

Selanjutnya dalam http://kelompokdiskusi.multiply.com/journal/item/784 menyatakan dampak televisi terhadap anak adalah sebagai berikut :

· Pada usia 0-3 th akan mengganggu perkembangan otak yang berdampak pada perkembangan bicara, kemampuan membaca verbal, maupun pemahaman

· Pada usia 5-10 th akan menghambat kemampuan dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresifitas dan kekerasan serta tdk mampu membedakan antara realitas dan khayalan

· Membuat anak menjadi konsumtif

· Karena anak belum mempunyai daya kritis yang tinggi, besar kemungkinan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi

· Anak akan berpikir bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.

· Bahasa televisi simpel, memikat dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.

· Terlalu sering nonton televisi dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola fikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, dan perkembangan kognitifnya.

Dengan banyaknya dampak negatif televisi terhadap anak-anak secara sosiologis dapat ditinjau dengan teori perubahan sosial yang berdampak negatif negatif yaitu memudarnya norma-norma dan nilai-nilai pada anak-anak sehingga anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Menurut Soerjono Sukamto (1995) perubahan sosial (social chnge) adalah ”Perubahan pada lembaga sosial dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, nilai, sikap, dan pola perilaku individu serta kelompoknya”. Maka perubahan perilaku anak-anak setelah menonton televisi pun dapat mempengaruhi secara lembaga yaitu keluarga. Dalam keluarga setiap orang terikat dalam jaringan kewajiban dan hak yang disebut hubungan peran atau role relation (William J. Goode 2007: 1) sehingga dampak negatif televisi akan menggangu hubungan peran anak dengan orangtua karena ada nilai kesopanan yang berubah.

Perubahan sosial dalam masyarakat dapat terjadi melalui proses pengenalan unsur-unsur baru. Pengenalan unsur baru di masyarakat dapat berbentuk suatu inovasi. Sedangkan media Televisi merupakan inovasi teknologi pada zaman modern. Adapun karakter inovasi menurut Eko. S (2004:3)adalah Trialabilitas, Kompleksitas, Keunggulan relatif, dan kompatibel.

2. Solusi orangtua dalammenanggulangi dampak negatif terhadap anak-anak

Untuk mendapatkan manfaat yang besar dari TV dan terhindar dari bahaya yang bisa ditimbulkannya, keluarga Indonesia perlu mengontrol anaknya. Dengan cara antara lain: Pertama, membangun komitmen bersama untuk menentukan jam atau hari bebas TV dalam keluarga sehingga anak menghargai makna waktu dalam keluarga: waktu sholat, belajar, makan, bercengkerama tanpa intervensi TV. TV tak menghantui aktivitas penting dalam keluarga. Tanamkan kedisiplinan untuk menyikapi TV seperti menyikapi kegiatan hidup lain yang selalu punya awal dan akhir. Kedua, kontrol terhadap TV dapat disiasati dengan menempatkannya tidak di tempat sentral. Tapi di sudut atau pojok rumah yang bisa mengurangi selera untuk menyalakannya. Ketiga, acara yang menambah wawasan ilmu pengetahuan, agama, politik, dan budaya perlu menjadi agenda bersama dalam keluarga. Terakhir, sepakati acara TV apa saja yang perlu dijadikan musuh bersama. Jadi, jangan posisikan keluarga kita sebagai tempat sampah bagi acara TV yang dibuat tanpa pertimbangan estetika, etika dan logika. Jangan biarkan rohani anak kita lelah dibiusnya.

Adapun beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh para orantua untuk membendung pengaruh televisi adalah sebagai berikut :

a. Beri batasan waktu untuk menonton televisi. Kapan ia boleh dan kapan waktunya ia harus berhenti menonton televisi. Untuk anak prasekolah, kondisi tersebut mungkin agak sulit karena pada usia tersebut anak sudah mulai bisa membantah. Cobalah membuat kesepakatan bersama mengenai batasan-batasannya. Misalnya jenis tayangan yang ia inginkan dan lamanya waktu menonton. Untuk batita, tetapkan batasan waktunya, yaitu cukup satu jam sehari. Sedangkan untuk usia prasekolah boleh menonton televisi kurang dari dua jam sehari.

b. Manfaatkan waktu yang sedikit tersebut sekaligus sebagai sarana belajar anak. Duduklah bersama anak dan diskusikan isi tayangan pilihannya. Siapkan kegiatan alternatif pengganti agar anak tidak lagi merengek dan kembali menonton televisi.

c. Tanamkan nilai-nilai keluarga secara berulang agar anak mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya sehingga anak lebih percaya diri menghadapi teman-temannya.

d. Usahakan TV hanya menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak. Yang penting, anak-anak perlu punya cukup waktu untuk bermain bersama teman-teman dan mainannya, untuk membaca cerita dan istirahat, berjalan-jalan dan menikmati makan bersama keluarga. Sebenarnya, umumnya anak-anak senang belajar dengan melakukan berbagai hal, baik sendiri maupun bersama orang tuanya.

e. Mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tetapkan apa, kapan, dan seberapa banyak acara TV yang ditonton. Tujuannya, agar anak menjadikan kegiatan menonton TV hanya sebagai pilihan, bukan kebiasaan, ia menonton jika perlu saja. Hal ini akan mengajarkan pada anak bahwa mereka harus memilih (acara yang paling digemari),menghargai waktu dan pilihan,

Masalah jenis program yang ditonton sangat penting dipertimbangkan sebab itu menyangkut masalah kekerasan, adegan seks, dan bahasa kotor yang kerap muncul dalam suatu acara. Kadang ada acara yang bagus karena memberi pesan tertentu, tetapi di dalamnya ada bahasa yang kurang sopan, atau adegan - seperti pacaran, rayuan - yang kurang cocok untuk anak-anak. Maka sebaiknya orang tua tahu isi acara yang akan ditonton anak. Usia anak dan kedewasaan mereka harus jadi pertimbangan. Dalam hal seks, orang tua sebaiknya bisa memberi penjelasan sesuai usia, kalau ketika sedang menonton dengan anak-anak tiba-tiba nyelonong adegan yang menjurus kepada pornografi atau “saru”.
Masalah bahasa pun perlu diperhatikan agar anak tahu mengapa suatu kata kurang sopan untuk ditiru. Orang tua bisa menjelaskannya sebagai ungkapan untuk keadaan khusus, terutama di TV untuk mencapai efek tertentu. Dua jam sudah cukup Kapan dan berapa lama anak boleh menonton TV, semua itu tergantung pada cara sebuah keluarga menghabiskan waktu mereka bersama, Bisa saja di waktu santai sehabis makan malam bersama, atau justru sore hari.

C. Kesimpulan

Dari permasalahan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut ;

1. Dampak negatif televisi terhadap anak-anak adalah

  • Anak di bawah 3 tahun akan akan mengganggu perkembangan otak yang berdampak pada perkembangan bicara, kemampuan membaca verbal, maupun pemahaman.
  • Pada usia 5-10 th akan menghambat kemampuan dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresifitas dan kekerasan serta tdk mampu membedakan antara realitas dan khayalan.
  • Sinar biru televisi akan merusak jaringan retina anak karena cahaya masuk tanpa filter.
  • Bahasa televisi simpel, memikat dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.
  • Menurunkan minat atau motivasi membaca anak.
  • Terlalu sering nonton televisi dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola fikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, dan perkembangan kognitifnya.
  • Membuat anak menjadi konsumtif karena tayangan iklan yang menwarkan berbagai macam produk.

2. Solusi orangtua dalam menggulangi dampak negatif televisi terhadap anak-anak adalah

· membangun komitmen bersama untuk menentukan jam atau hari bebas TV dalam keluarga sehingga anak menghargai makna waktu dalam keluarga.

· kontrol terhadap TV dapat disiasati dengan menempatkannya tidak di tempat sentral. Tapi di sudut atau pojok rumah yang bisa mengurangi selera untuk menyalakannya.

· Pilih acara yang mengandung pendidkan untuk ditonton dengan keluarga.

· Tanamkan nilai-nilai keluarga secara berulang agar anak mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya sehingga anak lebih percaya diri menghadapi teman-temannya.

· Usahakan TV hanya menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak.

· Beri batasan waktu untuk menonton televisi

· Mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tetapkan apa, kapan, dan seberapa banyak acara TV yang ditonton.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.(2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.

Goode, J. William.(2007). Sosiologi Keluarga. Jakarta, Bumi Aksara.

Nasution, S. 1995. Sosiologi Pendidikan. Jakarta, Bumi Aksara.

Sardiman. 2007. Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Raja Garafindo Persada.

Soekanto, Sarjono. (1995). Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta. PT Raja Garafindo Persada.

Supriyanto, Eko. Dkk. (2004). Inovasi Pendidikan Isu-Isu Baru Pembelajaran, Manajemen Dan Sistem Pendidikan Di Indonesia, Surakarta. Muhammadiyah University Press.

Wiryanto. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta. Grasindo.

http://www.sulastowo.com/2008/04/11/dampak-negatif-televisi/ diakses Jam 10.30 WIB tanggal 13 April 2008

http://kelompokdiskusi.multiply.com/journal/item/784 diakses Jam 10.35 WIB Tanggal 13 April 2008

Sainul Hermawan Banjarmasin post, 3/8/ 2006.

Tidak ada komentar: